Thursday, September 6, 2012

Petakan Gizi Buruk Lewat SMS

by Helvry Sinaga  |  in Inovation at  6:16 PM


KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Tampilan pemetaan gizi buruk menggunakan aplikasi Life yang dikembangkan tim Gatotkaca dari Institut Teknologi Telkom, Bandung.
Oleh Didit Putra Erlangga Rahardjo
Salah satu kendala menanggulangi gizi buruk adalah keterlambatan menangani anak balita. Akibatnya, terjadi gangguan pertumbuhan, bahkan anak balita kehilangan nyawa. Jika dirunut ke belakang, masalah yang lebih mendasar adalah kesulitan dalam mekanisme pelaporan.

Itulah persoalan yang ingin diselesaikan Gatotkaca, tim beranggotakan dosen dan lulusan Institut Teknologi (IT) Telkom, Bandung, saat menyodorkan aplikasi yang dinamakan Life untuk memetakan gizi buruk secara real time. Pemetaan itu tetap mengandalkan data dari bidan yang tersebar di sejumlah daerah. Bedanya, data tidak berbentuk laporan tertulis, tetapi diketik dan dikirim lewat layanan pesan singkat (SMS).
”Aplikasi kami dimulai dari keprihatinan mengenai panjangnya rantai pelaporan gizi buruk. Dengan perangkat lunak, semua bisa dipercepat,” ujar ketua tim Gatotkaca, Dody Qori Utama.

Pengamatan tim terhadap pola pelaporan gizi buruk di Indonesia, bidan yang menemukan bayi dalam kondisi buruk menuliskan laporan untuk diserahkan ke dinas kesehatan kota/kabupaten. Data direkapitulasi dengan data daerah lain sebelum dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi. Di tingkat provinsi, hal serupa berulang, yakni rekapitulasi dari kabupaten/kota lain sebelum dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Rekapitulasi diulang di tingkat pusat hingga didapatkan pemetaan secara nasional untuk perumusan kebijakan intervensi.
Pendekatan itu memakan waktu yang panjang. Dari pengamatan Dody, dibutuhkan waktu setahun agar laporan sampai ke tingkat pusat. Pola pelaporan secara manual juga menguras energi dan waktu bidan. Padahal, mereka memiliki tugas lain, seperti penyuluhan.

Dengan aplikasi ini, bidan tinggal mengetik parameter yang sudah ditentukan, seperti usia bayi, berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala, di telepon seluler (ponsel) mereka. Data dikirim ke server untuk disatukan dengan data dari bidan lain sehingga pemetaan gizi buruk bisa langsung dilihat. Menurut Umar, salah seorang anggota tim, hanya diperlukan jeda satu detik antara data diterima server dan ditampilkan di peta.

Penghargaan
Aplikasi ini dikembangkan selama sembilan bulan pada tahun 2010. Saat itu, aplikasi Life menyabet juara ketiga dalam kompetisi Imagine Cup International yang digelar Microsoft di Polandia. Pada peringatan Hari Jadi Ke-67 Jawa Barat, akhir Agustus lalu, tim Gatotkaca mendapatkan penghargaan Anugerah Inovasi Jawa Barat 2012 di bidang kesehatan.

Anggota inti tim Gatotkaca terdiri atas enam orang, yakni Dody, Anggunmeka Luhur Prasasti, Umar Ali Ahmad, Arganka Yahya, Kania Audrint, dan Tauhid Nur. Dody adalah dosen Informatika IT Telkom. Adapun Anggunmeka, Umar, Arganka dan Kania sebelumnya mahasiswa. Sebagian dari mereka sudah lulus saat aplikasi Life mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Tauhid yang memiliki latar belakang kedokteran memberikan masukan dan arahan pengembangan aplikasi.
Seusai mendapatkan Anugerah Inovasi Jawa Barat 2012, aplikasi buatan tim Gatotkaca mengundang rasa penasaran dari Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Heryawan. Ia ingin menerapkan aplikasi ini untuk Jawa Barat. Pertengahan September, mereka akan dipertemukan dengan Dinas Kesehatan Jawa Barat untuk membicarakan peluang implementasinya.

Sederhana
Kesederhanaan adalah prinsip tim Gatotkaca sewaktu membuat aplikasi Life. Pencantuman data tidak boleh menyu- litkan bidan, yang tingkat pendidikannya beragam. Jenis ponsel yang digunakan untuk mengirimkan data juga tidak terpaku pada merek atau sistem operasi.
Menurut Dody, pihaknya menyiapkan aplikasi khusus berisi kolom-kolom parameter yang diisi bidan. Untuk ponsel yang memiliki tampilan antarmuka sederhana, data tetap bisa dimasukkan melalui layanan pesan singkat. Data yang berasal dari bidan diolah server dan hasilnya bisa berupa populasi, persentase, atau latar belakang ekonomi keluarga. Dengan demikian, bisa didapatkan gambaran yang lebih utuh.
Dengan percobaan pada dua posyandu di Bogor, para bidan mengaku terbantu karena caranya sangat mudah. Tinggal memasukkan data melalui pesan singkat dan mereka menghemat waktu tanpa harus membuat laporan tertulis.

Server yang dibutuhkan untuk mengolah data tidak harus berbentuk fisik. Umar mengatakan, server berbasis komputasi awan juga memadai. ”Dengan kapasitas memori 2 gigabyte dan kapasitas penyimpanan 500 megabyte, server virtual bisa disewa dengan tarif Rp 500.000 per bulan,” kata Umar.
Sistem tersebut bisa diimplementasikan secara terpisah pada tingkat kabupaten atau provinsi. Umar menjelaskan, peluang kerja sama dengan perusahaan melalui skema CSR juga terbuka, misalnya dengan subsidi biaya pengiriman data atau bahkan insentif untuk mendorong pelaporan para bidan.

Setelah indikator gizi buruk, tim Gatotkaca kini menggarap versi yang lebih canggih dengan memasukkan parameter lebih banyak. Mereka berharap bisa menggunakan metode serupa untuk penyakit yang sulit dipetakan, seperti tuberkulosis, diabetes, penyakit kaki gajah, dan infeksi HIV. Jika data makin cepat diterima, respons pemerintah diharapkan bisa lebih cepat.

0 comments:

Proudly Powered by Blogger.